MENGUNGKAP CANDI LOSARI DI SITUS LOSARI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerajaan Mataram pada masa pemerintahan Rakai Sumba berakhir dengan tiba-tiba. Hal itu dikarenakan letusan Gunung Merapi yang terhebat sepanjang sejarahnya. Menurut R.W van Bemmelan (Nugroho Notosusanto, 1990: 154) letusan itu demikian dahsyatnya sehingga sebagian besar puncaknya lenyap dan terjadi lipatan yang antara lain membentuk Gunung Gendol, karena gerakan tanah itu terbentur pada lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai gempa bumi, banjir lahar dan hujan abu dan batu-batuan yang sangat mengerikan. Bencana alam ini mungkin merusak Ibu Kota Medang dan banyak daerah pemukiman di Jawa Tengah, sehingga oleh rakyat dirasakan sebagai pralaya atau kehancaran dunia.
Untuk menghindari keruntuhan Kerajaan Mataram, maka Mpu Sindok memegang kendali Kerajaan Mataram dengan cara memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur. Ibukota Kerajaan Mataram dari Medang dipindahkan ke Taamwlang (Marawati Djoened Poesponegoro dkk, 1990 : 155), di daerah inilah beliau selanjutnya bergelar Pu Sindok Sri Isanatunggadewawijaya. Nama wangsa juga mengalami perubahan dari Wangsa Sailendra menjadi Wangsa Isana.
Akibat letusan Gunung Merapi, daerah di sekitar terkena lahar sehingga permukaan tanah semakin tinggi dibandingkan dengan permukaan tanah sebelumnya. Pelapisan tanah kebanyakan mengandung unsur pasir, lumpur, dan abu. Hal tersebut membawa berkah penduduk karena sesuai untuk tanaman salak pondoh khususnya di daerah Muntilan, Salam, Dukun, Srumbung, Ngluwar, dan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Demikian pula terdapat tiga situs ditemukan bangunan seperti candi di Kecamatan Salam, yaitu Candi Canggal atau Candi Gunung Wukir di Desa Kadiluwih, Candi Gunungsari di Desa Gunung Sari dan Candi Losari di Desa Losari. Candi Gunungsari dan Candi Losari berhasil ditemukan berada di dalam tanah. Candi Gunungsari ditemukan oleh para pekerja yang sedang menggali pondasi menara TV, sedangkan Candi Losari ditemukan oleh Muhammad Badri pada tanggal 11 Mei 2004 ketika membuat saluran air di kebun salak pondoh miliknya (Majalah Gemilang, Maret –April 2004).
Pada tanggal 8 Januari - 1 Februari 2007, Balai Arkeologi Yogyakarta bekerjasama dengan Jurusan Arkeologi FIB UGM, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, dan Balai Pengembangan Penyelidikan Teknologi Kegunungapian melakukan pengkajian dan penggalian (ekskavasi) di Situs Losari, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Kegiatan tersebut berhasil mengungkap lebih jauh keadaan candi yang keberadaannya telah diketahui pada tahun 2004 silam. Struktur candi tersebut relatif utuh pada bagian tubuh hingga candi, diketemukan hingga kedalaman lima meter di bawah permukaan tanah. Candi yang diperkirakan berasal dari abad ke 9 - 10 M tersebut berukuran 2 x 2 m pada bagian bilik. (http://arkeologi.ugm.ac.id/ index.php?perpage=5&pos=40).
Adapun ketertarikan penulis untuk mengangkat Candi Losari menjadi tema dalam penyusunan karya tulis cagar budaya yaitu:
- Kedekatan Muhammad Badri dengan Prijadji guru pembimbing karya tulis. Berkat keduanya, penulis mendapatkan banyak informasi tentang Candi losari mulai dari penemuan hingga saat ini.
- Tersedianya kliping atau kumpulan informasi penemuan Candi Losari dari berbagai media massa lokal maupun nasional yang diarsipkan oleh Muhammad Badri.
- Adanya pertanyaan dari guru sejarah mengenai keterkaitan antara penemuan Candi Losari dengan tumbuh suburnya tanaman salak pondoh di atas lahar vulkanik.
- Penemuan Candi Losari masih menjadi misteri hingga saat ini, sebab para arkeolog belum berani memastikan apakah tergolong candi induk atau perwara yang kelengkapannya candi mencapai 80%
- Candi Losari termasuk cagar budaya yang harus dilindungi keberadaannya sehingga peran pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk saling menjaganya.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam pengkajian karya tulis cagar budaya ini, penulis merumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penemuan Candi Losari ?
2. Bagaimana karakteristik Candi Losari ?
3. Mengapa Candi Losari dikatakan masih misteri ?
4. Bagaimana rencana penggalian lanjutan Candi Losari agar tidak menimbulkan permasalahan sosial ekonomi penduduk di Situs Losari ?
5. Apa makna sejarah dibalik Penemuan Candi Losari?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
- Tujuan Penelitian
Adapun tujuan karya tulis cagar budaya ini yaitu:
a. Dapat memberikan penjelasan mengenai proses penemuan Candi Losari di Situs Losari Kecamatan Salam.
b. Dapat memberikan penjelaskan mengenai karakteristik bangunan Candi Losari.
c. Dapat memberikan alasan mengenai Candi Losari tergolong misterius.
d. Dapat memberikan informasi mengenai rencana penggalian lebih lanjut Candi Losari dan upaya pemerintah membebaskan kebun salak penduduk di Situs Losari .
e. Dapat memberikan pemahaman tentang makna sejarah dibalik penemuan Candi Losari.
2. Manfaat Penelitian
Karya tulis cagar budaya ini mempunyai manfaat yaitu:
a. Untuk memberikan gambaran mengenai proses penemuan Candi Losari dan penggalian yang dilakukan melalui berbagai tahapan.
b. Untuk memberikan pengetahuan mengenai karakteristik bangunan Candi Losari.
c. Untuk memberikan pemahaman tentang alasan Candi Losari dikatakan masih misterius.
d. Untuk memberikan penjelasan mengenai rencana penggalian tahap berikutnya, yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 11 - 28 Agustus 2008.
e. Untuk memberikan kesadaran sejarah kepada generasi muda mengenai pentingnya melindungi dan merawat bangunan cagar budaya sebagai warisan leluhur Bangsa Indonesia.
D. Penegasan Istilah
- Mengungkap adalah membuktikan (Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia, 2005: 1246).
- Misteri adalah sesuatu yang belum jelas atau masih menjadi teka teki (Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia, 2005: 749)
- Candi adalah bangunan kuno yang dibuat dari batu yang sebagai tempat untuk memuja, menyimpan abu jenazah raja, pendeta, Hindu maupun Budha pada zaman dulu (Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia, 2005: 191).
- Situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala (Tim Penyusun Kamus Besar Indonesia, 2005: 1078)
Dengan demikian yang maksud dari judul “Mengungkap Misteri Candi Losari di Situs Losari”, Adalah membuktikan ketidakjelasan Candi Losari yang sudah ditemukan dengan cara menelusuri keberadaanya melalui berbagai pendekatan sejarah maupun arkeologis sehingga dapat membantu para pembaca untuk menentukan sendiri keberadaan Candi Losari tersebut.
E. Metodologi Penelitian.
Metodelogi penelitian yang digunakan untuk mengungkap misteri Candi Losari, penulis memanfaatkan 4 langkah penulisan sejarah, yaitu:
- Menentukan tema atau judul berdasarkan sumber-sumber yang tersedia, baik melalui studi pustaka, studi lewat internet, observasi, dan wawancara langsung baik kepada Muhammad Badri penemu Candi, masyarakat Losari, dan Baskoro Daru Tjahyono staf peneliti purbakala.
- Melakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang telah didapatkan, apakah dapat digunakan atau tidak dalam upaya merekonstruksi kembali penemuan Candi Losari hingga saat ini.
- Menyusun draf karya tulis, dalam penyusunan draf diperlukan kejelian khususnya ketika penulis meletakan fakta-fakta yang harus sesuai dengan alur kerangka karya tulis atau out line yang telah dipersiapkan. Dibagian ini ada kesempatan untuk memperbaiki apabila terdapat kesalahan dalam menuliskan fakta,
- Penulisan karya tulis pada tahap yang terakhir ini merupakan penyempurnaan dari draf yang telah disusun, sehingga diupayakan tidak terjadi banyak kesalahan dan sudah berbentuk laporan
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis cagar budaya ini dibagi menjadi 4 bab yang terdiri dari bab i pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, penegasan istilah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab ii landasan teori yang terdiri atas filosofi candi, pengertian candi, fungsi candi, perbedaan Candi Hindu dan Candi Budha, penamaan candi, dan penemuan candi di dalam tanah.
Bab iii adalah pembahasan tentang mengungkap misteri penemuan Candi Losari meliputi proses penemuan candi losari, karakteristik Candi Losar, misteri Candi Losari, rencana penggalian tahap berikutnya, dan makna sejarah dibalik penemuan Candi Losari.
Bab iv penutup terdiri atas simpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Filosofi Candi
Filosofi Candi Hindu maupun Budha menurut Robert Heine-Geldern (Komunitas Swasti! Swara Purbakala@2003), menjelaskan bahwa kesejajaran antara makrokosmos dan mikrokosmos merupakan suatu konsep yang diyakini oleh masyarakat Asia Tenggara. Konsep tersebut melatarbelakangi keberadaan candi yang menjadikannya sangat penting bagi masyarakat pendukungnya. Disebutkan dalam ajaran-ajaran Brahma dan Buddha bahwa bentuk jagad raya adalah lingkaran atau cincin, dan terdiri atas wilayah-wilayah yang disusun sedemikian rupa mengelilingi Gunung Meru sebagai pusatnya. Seperti halnya jagad raya (makrokosmos) yang berpusat pada Gunung Meru, kerajaan sebagai jagad kecil (mikrokosmos) juga harus memiliki Gunung Meru sebagai pusatnya. Gunung Meru sebagai pusat mikrokosmos tidak harus berupa gunung dalam arti sesungguhnya, tetapi dapat direpresentasikan dalam bentuk candi yang melambangkan Gunung Meru dan tempat tinggal para dewa (sthana).
Pemahaman manusia terhadap Gunung Meru tempat tinggal para dewa dapat diperhatikan filosofi dasar dari umat Hindu adalah bersembahyang di tempat yang cukup tinggi, di kaki pegunungan. Menurut umat Hindu bersembahyang di tempat yang tinggi maka akan lebih dekat dengan leluhur yang naik ke atas kahyangan, jadi kemungkinan besar doa yang dipanjatkan pun terkabul (http://abdimedia.com/archives/1504).
Pada bagian-bagian dari sebuah candi merupakan simbol dari Tiga Lingkungan Semesta atau Triloka. (Jan Fontein, et.al., 1971 : 14-15). Kaki candi, tubuh candi, dan atap candi secara berurutan merepresentasikan Bhurloka (lingkungan bagi para makhluk yang tidak terelakkan dari kematian), Bhuvarloka (lingkungan bagi para makhluk yang telah disucikan), dan Svarloka (lingkungan para dewa). Makna simbolis yang direpresentasikan melalui bagian-bagian candi tidak hanya berkaitan dengan konsep Triloka. Candi Borobudur misalnya, merepresentasikan konsep Tridhatu, yaitu Kamadhatu (lingkungan bagi makhluk yang masih terikat oleh hal-hal duniawi), Rupadhatu (lingkungan bagi makhluk yang telah mampu menghilangkan keinginannya tetapi masih terikat oleh paham atau pengertian dari dunia yang masih memiliki wujud), dan Arupadhatu (lingkungan bagi makhluk yang telah mencapai kesempurnaan dan kebebasan dari segala bentuk ikatan keduniawian) (gatut.eko@plasa.com).
C. Fungsi Candi
Kajian mengenai fungsi candi di Indonesia telah menarik perhatian para peneliti sejak lama.
- Raffles pada tahun 1917 dan Stutterheim pada tahun 1931, telah melakukan penelitian terhadap candi dan berkesimpulan bahwa fungsinya adalah bangunan pemakaman bagi raja atau orang terkemuka.
- Sedangkan Muusses mengatakan bahwa Candi Pendharmaan adalah suatu istilah dalam arkeologi Hindu-Buddha Indonesia untuk menyebutkan suatu bangunan suci --umumnya candi-- yang didirikan untuk memuliakan seorang tokoh yang telah meninggal (http://www.kapanlagi.com/h/0000155192.html).
- Soekmono, yang penelitiannya bersumber pada kesusastraan kuna, relief, peripih, prasasti, dan perbandingan dengan objek serupa dari luar Indonesia, berkesimpulan bahwa candi adalah bangunan kuil (Soekmono, 1977 : 1-2, 17, 41, dan 213)
D. Perbedaan Candi Peninggalan Hindu dan Budha
Perbedaan candi peninggalan Hindu dan Budha dapat diperhatikan di tabel di bawah ini
NO | CANDI HINDU | CANDI BUDHA |
1 2 3 4 5 6 | Terdapat Linggaratna pada pucak candi Dewa Utama terdiri Brahma, Visnu dan Siwa Selain Tri Murti masih terdapat banyak Dewa Bangunan candi berbentuk kerucut Cerita Ramayana dan Mahabarata pada relief dinding candi Asesoris yang terdapat pada masing-masing dewa tergolong rumit | Terdapat Stupa pada puncak candi Tokoh utama yang didewakan adalah Sidarta Gautama Adi Budha Bangunan candi berbetuk segitiga tumpul Terdapat kisah Sidarta sebelum lahir, kisah penyebaran agama, dan Budha menjadi dewa Asesoris yang menempel pada arca Budha tergolong sederhana, yang terdiri dari upapita dan selempang yang mengitari tubuh |
E. Penamaan Penemuan Candi
Ada tiga cara untuk memberikan nama suatu candi yang telah ditemukan, yaitu:
- Penamaan suatu candi berdasarkan prasasti, kemungkinan isi prasasti tersebut memuat maksud candi yang telah ditemukan
- Penamaan suatu candi berdasarkan nama daerah atau situs di mana candi itu ditemukan, misalnya Candi Losari ditemukan oleh Muhammad Badri di Situs Losari Salam
- Penamaan suatu candi berdasarkan penamaan penduduk yang berada di sekitar situs tersebut, contoh Candi Selo Griyo (Wariun Notodigdo, 1992: 34)
F. Penemuan Candi Dalam Tanah
R.W van Bemmelan berpendapat, bahwa perpindahan Kerajaan Mataram ke Jawa Timur karena letusan Gunung Merapi. Bahkan menurut pendapat Muhammad Badri menirukan pendapat Baskoro Daru seorang Arkeolog yang menangani penggalian Candi Losari, penduduk Kota Medang konon tidak bisa melihat selama satu bulan (Wawancara dengan Muhammad Badri pada tanggal 2 Agustus 2008). Jika itu benar berarti, pusat peradaban Kerajaan Mataram telah mengalami pralaya atau kehancuran.
Untuk membuktikan kebenaran tersebut, para Arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan ahli stratigrafi serta geologi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta (http://www.kapanlagi.com/h/0000155192.html). Hasilnya berdasarkan temuan geoliogis di Sungai Mandung dan Sungai Duren, yaitu terdapat perbedaan antara batu yang berada di dasar sungai dengan batu atau cadas yang menempel pada dinding kali. Bagian dinding Sungai Duren, dapat dilihat fregment-fregment yang berlapis-lapis terbentuk karena lahar Gunung Berapi (Berdasarkan informasi salah satu petugas kegunungapian yang ditayangan di film).
Temuan di kedua sungai itu, selanjutnya digunakan untuk membandingkan apakah ada kesamaan dengan dinding-dinding tanah yang menutupi bangunan candi. Menurut Baskoro, ketika penggalian candi dilakukan, tanah yang dicangkul keras pertanda tanah itu dahulunya termasuk bentukan lahar yang telah mengeras ratusan tahun yang lalu (Berdasarkan wawancara Adji dengan Baskoro pada tanggal 6 Januari 2007).
Hal itu terbukti pada saat penggalian Candi Losari di tanah perkebunan salak pondoh super milik Muhammad Badri, tergolong keras. Meskipun demikian ketika penggalian bertepatan dengan musim penghujan sehingga membantu para penggali mencangkul tanah yang keras tersebut menjadi gembur. Pada kedalaman 2 meter sampai 3 meter atau kedalaman penggalian sampai di dinding Candi Losari ditemukan mata air yang jernih. Mata air itu ternyata membantu dalam penggalian dan dapat digunakan untuk membersihkan lantai hingga atap candi.
BAB III
MENGUNGKAP MISTERI CANDI LOSARI DI SITUS LOSARI
A. Penemuan Candi Losari
Sebelum Candi Losari ditemukan di kebun salah super milik Muhammad Badri, beliau sering bermimpi didatangi oleh orang tua, bahkan tidak memiliki firasat apapun, kalau beliau akan menemukan candi tersebut. Sampai sekarang kejadian-kejadian aneh itu masih dirahasiakan, supaya tidak menyesatkan atau menyekutukan Allah.
Pada Bulan Mei 2004, realisasi penggalian saluran air akan dilaksanakan karena bertepatan dengan musim kemarau. Hari Senin tanggal 10 Mei 2004, Isteri Muhammad Badri menyarankan pada suaminya, agar penggalian saluran air melewati kebun salak pondohnya. Hari Selasa pada tanggal 11 Mei 2004 sekitar jam setengah 3 sore, Muhammad Badri bersama isteri dengan dibantu oleh Ngadiran dan Rudjiman, melakukan penggalian saluran air. Namun penggalian tiba-tiba terhenti karena cangkul milik Ngadiman mengenai batu berbentuk persegi. Batu persegi itu semula dikira batu nisan, tetapi setelah dibersihkan ternyata batu berbentuk pinggulan yang menyerupai “watu kijing”.
Hari Rabu tanggal 12 Mei 2004 penggalian saluran air dilanjutkan, penggalian difokuskan di tempat yang ditemukan batu persegi. Penggalian dengan kedalaman mencapai 1,5 meter semakin banyak ditemukan batu-batu berornamen atau berhiasan dari berbagai ukuran dan bentuk. Hal ini justru membuat penasaranan para penggali saluran air di kebun salak pondoh milik Muhammad Badri. Sorenya beliau menghentikan penggalian karena banyak penduduk dusun yang datang ingin melihat lokasi temuan.
Hari Kamis tanggal 13 Mei 2004, penemuan itu selanjutnya dilaporkan pada pemerintah desa setempat, Kecamatan Salam, Seksi Kebudayaan Diknas Cabang Kecamatan Salam, dan Kepolisian Sektor Salam. Setelah itu diadakan pengamanan dan pengawasan terhadap hasil temuan itu oleh pihak kepolisian. Instansi pemerintah pun turut menghadirinya, temasuk salah seorang petugas pegawai Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Propinsi Jawa Tengah bernama Riyanto.
Hari Jum’at tanggal 14-16 Mei 2008 lubang galian diberi pagar pembatas yang bertujuan untuk mengamankan lokasi, sedangkan batu-batu berornamen dari berbagai ukuran dan bentuk dipindahkan dari lokasi temuan ke halaman rumah Muhammad Badri berjarak 500 meter di Dusun Kadipolo Kulon Desa Salam secara gotong royong.
Muhammad Badri pergi ke Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah di Prambanan pada Hari Senin tanggal 17 Mei 2004, untuk melaporkan hasil temuannya. Setelah itu sejumlah arkeolog yang dipimpin oleh Ediningsih meninjau di lokasi temuan. Namun dari hasil belum diketahui kapan mau menindaklanjuti kegiatan penggalian atau evakuasi di lokasi temuan tersebut. (Majalah Gemilang Edisi Maret - Juni 2004: 230).
Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta bernama Siswanto mengatakan, pihaknya belum bisa menindaklanjuti hasil temuan, sementara ini hanya menandai situs tersebut dengan nama Candi Losari. Muhammad Badri menyadari untuk menindaklanjuti penggalian Candi Losari membutuhkan dana yang besar.
Selanjutnya Muhammad Badri mencoba untuk menyusun batu-batu ornamen dari berbagai bentuk dan ukuran itu menjadi bangunan candi. Hasil rekonstruksinya ternyata rapi dan sering disebut Candi Pak Guru (http: //www2.kompas.com/kompas-cetak/0508/15/humaniora/1975350.htm). Rekonstruksi Candi Pak Guru sebenarnya susunan batu berornamen seperti antefik, linggaratna, dan hiasan-hiasan berspiral pada bagian atap Candi Losari. Selanjutnya diruntuhkan oleh Baskoro Daru Tjahjono karena penataan candi yang disusun oleh Muhammad Badri tidak sesuai dengan tata bangunannya. Meskipun demikian Muhammad Badri telah menyelamatkan sebagian dari hasil temuan cagar budaya tersebut.
B. Karekteristik Candi Losari
Para arkeolog dan ahli percandian telah sepakat menyebut lokasi ditemukan candi ini dengan nama Situs Candi Losari. Dalam penggalian ditemukan Candi Perwara oleh tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin Baskoro Daru Tjahjono dari tanggal 8 - 31 Januari 2007.
Pada penggalian kedalaman hampir 3 meter, dapat dilihat dinding candi perwara tersebut berukuran 183 cm x 183 cm, dasar candi berukuran 250 cm x 250 cm. Bilik candi berukuran 97 cm x 97 cm dan tingginya juga 97 cm. Sedangkan pada bagian pintu candi lebarnya hanya 49 cm, dan di bagian atas pintu candi teradapat hiasan kepala kala dengan mempunyai taring dan berambut gimbal, dengan ukirannya yang masih utuh (http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=152802&actmenu=45). Sementara posisi kala diamankan di rumah Muhammad Badri. Menurut pengakuan Muhammad Badri, harga Kepala Kala yang diangkat 6 orang itu mencapai ratusan juta rupiah dan di antara hasil temuannya yang paling berharga (Berdasarkan informasi Guru Sejarah yang melakukan wawancara langsung dengan Muhammad Badri pada tanggal 1Februari 2007).
Pada dinding-dinding candi dengan hiasan ukiran bermotif tumbuh-tumbuhan berbentuk sulur-sulur yang kelihatan indah dan ukirannya relatif masih utuh. Tinggi candi ini kira-kira 3 meter, menghadap ke arah barat laut.
Menurut Baskoro Daru Tjahjono, penemuan batu candi yang pertama sampai penggalian sekarang ini sudah kira-kira 80 % batu-batu candi yang berhasil ditemukan, sehingga para ahli purbakala sudah bisa menggambar sketsa bentuk bangunan candi tersebut.
Selain itu, Situs Candi Losari bercorak Hindu merupakan bangunan kuno peninggalan abad ke-9 Masehi, sezaman dengan candi Borobudur. Letaknya tidak jauh dari Sungai Krasak, yaitu satu kilometer berada di sebelah utaranya. Situs Candi Losari oleh masyarakat Desa Salam sering disebut 'Sawah Candi'. Karena dahulu penduduk sekitar sering menemukan batu-batu bagian candi. Tetapi penduduk pada umumnya sama sekali tidak mengira kalau di tempat ini memang ada candi yang terpendam (Suara Merdeka, 22 Januari 2007).
C. Misteri Candi Losari
Para arkeolog belum ada yang sependapat mengenai keberadaan Candi Losari, apakah candi bercorak Hindu atau Budha dan termasuk candi perwara atau candi induk. Perbedaan pendapat dapat diistilahkan dengan misteri Candi Losari. Adapun perbedaan pendapat yang berhasil penulis kumpulkan terdiri atas:
- Menurut Riyanto dengan berbekal pengalaman lapangan, salah seorang karyawan yang bekerja di Dinas Purbakala Yogyakarta, bahwa kemungkinan Candi Losari bercorak Budha karena pada tumpukan batu tersebut ada yang menyerupai stupa. Namun beliau juga setuju, kemungkinan Candi Losari bercorak Hindhu karena terdapat linggaratna meski tidak utuh (Wawasan, 16 Mei 2004: -)
- Ediningsih seorang Arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, belum bisa memastikan Candi Losari tergolong Hindu atau Budha. Apabila bercirikan Hindu seharusnya terdapat lingga dan yoni, batu besar, bentuk bangunan kotak dengan mengandung serat. Beliau melihat di Candi Losari tidak ditemukan. Selain itu, beliau juga membandingkan jenis batuan bahan dasar pembangunan Candi Losari dengan Candi Retno (Mungkid), Candi Plaosan, dan Candi Sewu. Jenis batuannya apakah berasal dari sungai. Kesimpulannya ternyata bahan dasar batuan sungai, berarti Candi Losari kemungkinan dibangun tahun 800 pada masa Dinasti Syailendra (Wawasan Hari Selasa 18 Mei 2004).
- Ketua tim penggalian dari Balai Arkeologi Yogyakarta bernama Baskoro Daru Tjahjono, mengatakan hasil penggalian yang dilaksanakan dari tanggal 8 Januari – 1 Februari 2007 adalah Candi Perwara. Beliau menduga terdapat 3 candi sejenis, tetapi belum bisa diduga letaknya. Apabila Candi Perwara menghadap ke barat, biasanya candi Induk berada di sebelah barat dan menghadap ke timur. Berdasarkan relief atap dan Kepala Kala, menunjukkan Candi Losari sebagai tempat pemujaan khusus umat Hindu dahulu. Letak candi juga dekat dengan 3 sungai meliputi Sungai Krasak, Sungai Mandung, dan Sungai Duren sehingga menurut penganut Hindu Candi Losari termasuk bangunan suci.
Ketika penulis bersama guru pembimbing menanyakan langsung pada Muhammad Badri, ternyata beliau juga tidak berani berspekulasi Candi Losari tergolong Candi Hindu atau Candi Budha dan Candi Induk atau candi Perwara. Semuanya masih menjadi misteri (Wawancara dengan Muhammad Badri pada tanggal 2 Agustus 2008). Tetapi apabila dibandingkan dengan bangunan-bangunan Candi Perwara maka kemungkinan pendapat Baskoro Daru Tjahjono ada benarnya, hal ini terbukti tidak ditemukannya lingga dan yoni dan bentuk bangunan tidak terlalu besar.
Demikian misteri Candi Losari tetap menjadi perdebatan di antara para arkeolog karena belum ada penemuan baru yang bisa membuktikannya. Posisi penulis sendiri tetap netral dan terus akan mengikuti perkembangan terkini Candi Losari.
D. Rencana Penggalian
Ternyata penggalian kedua tidak dimulai tanggal 4 Agustus, melainkan tanggal 11 Agustus – 28 Agustus 2008 berdasarkan informasi langsung dari Baskoro Daru Tjahjono (Wawancara via Hp pada tanggal 5 Agustus 2008). Rencananya tidak jauh berbeda dengan informasi yang diperoleh dari Muhammad Badri, yaitu poros penggalian berawal dari pondasi pada kaki Candi Losari di perlebar dengan diameter mencapai 13 meter persegi. Diupayakan penggalian sampai bagian pondasi candi yang diperkirakan kedalamannya mencapai 3 meter.
Kemudian rencananya akan dibuatkan saluran air pembuangan dari mata air pada pondasi kaki Candi Losari disalurkan ke arah timur, tepatnya di Sungai Mandung dan Sungai Duren. Penggalian di kebun salak super milik Muhammad Badri dan sebagian milik peduduk adalah dalam usaha mencari 3 candi yang sejenis. Diharapkan dapat membuktikan misteri Candi Losari dari berbagai hipotesa sehingga masyarakat dapat ikut serta dalam merawat dan menjaga kelestarian cagar budaya tersebut.
Muhammad Badri kepada penulis mengatakan, bahwa pemerintah harus memperhatikan harga tanah yang standar, baik tanah miliknya maupun penduduk yang dilalui penggalian saluran air. Jangan sampai ada yang tertipu permasalahan harga pembelian tanah. Hal ini mengingat hidup penduduk Situs Losari menggantungkan diri dari kebun salak pondoh. Keberadaan Candi Losari kedepannya diharapkan tidak menimbulkan masalah. Penduduk tetap berperan dalam merawat dan menjaga warisan leluhur itu, asal terpenuhi dahulu kewajiban pemerintah dalam pembiayaan harga tanah yang proporsional.
E. Makna Sejarah Dibalik Penemuan Candi Losari
1. Penemuan Candi Losari yang dilakukan Keluarga Muhammad Badri bersama Ngadiman dan Rujiman secara tidak sengaja adalah salah satu bagian menyelamatkan aset masa lalu bangsa.
2. Selama menjaga benda cagar budaya, sudah banyak rayuan agar Muhammad Badri menjual Kepala Kala dengan menerima uang ratusan juta rupiah. Namun beliau tidak bergeming karena benda cagar budaya perlu dilestarikan dan merupakan bentuk pertanggungjawaban pada generasi yang akan datang.
3. Untuk mengungkap misteri Candi Losari dibutuhkan adanya ketelatenan dan kerja tim yang solid karena dalam prakteknya akan menemui perbedaan penafsiran, bahkan yang berujung perpecahan. Oleh sebab itu dibutuhkan kesabaran dalam mengungkap misteri Candi Losari dengan tetap mengedepankan metodologi sejarah dan arkeologi.
4. Kejayaan masa lalu ternyata dapat dihancurkan oleh bencana alam, tetapi dengan bantuan ilmu arkeologi kita dapat mempelajari tingkat peradaban pada Abad ke 9 sehingga diharapkan kita dapat bercermin dari peradaban masa lalu
5. Dengan teknologi yang sederhana ternyata masyarakat saat itu mampu membangun tempat peribadan yang mempunyai seni tinggi dengan memanfaatkan bahan bangunan yang berasal dari batu sungai. Para penganut beranggapan bahwa dengan bahan dasar batu sungai bangunan tersebut bisa abadi yang sesuai dengan keimanan mereka yang tidak pernah lapuk dimakan zaman.
6. Letusan Gunung Merapi yang terjadi peralihan Abad 9 dan 10 dapat dibuktikan kebenarannya melalui pembuktian sederhana. Salah pondoh menjadi bukti, tanaman yang subur dan paling cocok di daerah bekas lahar dari letusan Gunung Merapi. Analisa tersebut dapat digunakan untuk mengungkap kemungkinannya Candi Losari didirikan, ketika terjadi bencana alam letusan Gunung Merapi, dan penemuan Candi Losari yang berada dalam tanah di kebun salak pondoh.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Penemuan Candi Losari dilakukan secara tidak sengaja di kebun salak pondoh milik Muhammad Badri pada Hari Selasa, jam setengah 3, tanggal 11 Mei 2004.
2. Karakter Candi Losari menyerupai peninggalan Agama Hindu dan 80% masih utuh, memiliki Kepala Kala, dan meyerupai Candi Perwara
3. Tidak ada para arkeolog yang sependapat mengenai status dan peranan candi Losari sehingga dibutuhkan penelitian tahap kedua untuk mencari 3 candi yang sejenis.
4. Rencana penggalian tahap kedua dilaksanakan awal 11 – 28 Agustus 2008 dengan mengutamakan penggalian sampai pada pondasi kaki candi dan penggalian saluran air buangan dari hasil galian pada pondasi kaki Candi Losari.
5. Makna sejarah penemuan Candi Losari adalah perlunya melindungi dan merawat peninggalan tidak hanya pemerintah tetapi juga harus melibatkan masyarakat sekitar, sebagai bagian dari kesadaran sejarah.
B. Saran
1. Apabila ditemukan benda cagar budaya dalam bentuk candi atau yang lain disarankan untuk segara melaporkan penemuannya pada pemerintah yang menangani bidang kepurbakalaan.
2. Hasil penelitian cagar budaya di Indonesia segera disosialisasikan kepada masyarakat, agar ikut serta dalam bertanggung jawab atas keselamatan dan perawatannya
3. Pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam melindungi benda cagar budaya supaya berpartisipasi merawat dan menjaganya.
4. Berupaya untuk menangkap dan memberikan hukuman berat terhadap para pencuri benda-benda cagar budaya
5. Mangadakan lomba penulisan karya tulis cagar budaya baik tingkat siswa dan guru khusus di semua jenjang pendidikan, sebagai wujud sumbangan intelektual dan kepedulian terhadap benda cagar budaya.
6. Pemerintah kota atau daerah harus lebih terbuka dalam meyediakan data-data untuk penelitian cagar budaya karena sangat bermanfaat dalam pengembangan ilmu arkeologi maupun sejarah
DAFTAR PUSTAKA
Asmito. 1988. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: P2LTPK
Notodigdo, Wariyun. 1992. Diktat Materi Percandian. Semarang. Tidak diterbitkan
Poesponegoro, Marwati Djoenoed dan Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta : Balai Pustaka.
Soekmono. 1977. Candi Fungsi dan Pengertiannya. Jakarta: DP4MDJPI Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .
Soekmono. 1988. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
http//arkeologi.ugm.ac.id/index.php?=5&pos=50
http://222.124.164.132./web/detail/.php?sid=1528028actmen=45
Koran Sore Wawasan. 14 Mei 2004. Situs Baru Ditemukan di Kebun Salak.
Koran Sore Wawasan. 18 Mei 2004. Belum Diketahui Kebudayaan Hindu atau Budha
Koran Suara Merdeka. 22 Januari 2007. Ditemukan Candi Abad IX
Majalah Gemilang Edisi Maret – April 2004. Wisata dan Budaya
BIODATA PENULIS
1. N a m a : Arini Munzayanah
2. Tempat tanggal lahir : Cilacap,
3. Nomor Induk Siswa : 6049
4. Alamat : Jetis RT 5, RW 7 Pancuranmas, Secang
Magelang
5. Kelas /Semester : XII IPS 3/5
6. Pengalaman dalam Karya
Tulis:
- “Kisah Hadiyono Seorang TGP Asal Temanggung Dalam Perang Kemerdekaan Tahun 1948-1949” dilombakan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 62 tingkat Jawa Tengah di BPLSP
- “Peranan Sumpah Pemuda Pada Masa Kini “ Dalam memperingati Supah Pemuda di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional DIY
Penulis
Arini Munzayanah
BIODATA INFORMAN
Nama : Drs. Muhammad Badri
Tempat tanggal lahir : Magelang, 8 April 1956
Pekerjaan : Guru Bahasa Jawa SMP 12
Magelang
Alamat Rumah : Kadipolo Kulon Kecamatan Salam
Kabupaten Magelang
Pengalaman : Pemilik salak pondoh, penemu Situs
Losari dan penyelamat Kepala Kala
Magelang, 3 Agustus 2008
Drs. Muhammad Badri