Sejarah

Jumat, 30 Oktober 2009

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN SESUAI JIWA ZAMAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat setelah mendapat serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki oleh pasukan sekutu. Sementara itu, di Indonesia yang merupakan daerah jajahan Jepang tejadi kekosongan kekuasaan karena pasukan sekutu sebagai pengganti pasukan Jepang belum tiba. Soekarno Hatta dan generasi tua masih ragu-ragu untuk melangkah, dan kesempatan itupun segera dimanfaatkan oleh generasi muda yang didukung oleh Sjahrir dengan penuh kobaran semangat. Esok harinya, Soekarno dan Hatta dibawa ke Renggasdengklok oleh generasi muda dengan dalih melindungi mereka jika terjadi pemberontakan PETA dan Heiho. Setelah menyadari alasan tersebut hanya dibuat-buat mereka berdua meminta segera dikembalikan ke Jakarta. Atas desakan Sjahrir dan Laksamana Maeda merekapun dipulangkan dengan janji akan diadakan pernyataan kemerdekaan. Sepanjang malam pernyataan kemerdekaan dirancang di rumah Laksamana Maeda. Pagi harinya, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno membacakan pernyataan kemerdekaan tersebut di depan rumahnya di hadapan sekelompok orang. Bendera merah putih dikibarkan, berkumandanglah lagu Indonesia Raya dan Republik Indonesiapun telah lahir (M.C. Ricklefs,1998:315).

Proklamasi kemerdekaan bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia membangun Negara Indonesia seperti yang dicita-citakan, perjuangan rakyat Indonesia masih panjang. Pada tanggal 14 Oktober 1945, pihak Jepang mulai merebut kembali Kota Semarang, kira-kira 500 pasukan Jepang dan 2.000 rakyat Indonesia tewas dalam pergolakan tersebut (M.C. Ricklefs,1998:325). Pada tanggal 10 November 1945 merupakan hari yang tidak akan terlupakan bagi arek-arek Surabaya. Sejak subuh pasukan Inggris memulai aksi pembersihan berdarah sebagai balasan atas tewasnya A.W.S. Mallaby. Mereka melaksanakan serangan tersebut di bawah lindungan pembom dari udara dan laut dalam menghadapi perlawanan rakyat Indonesia yang fanatik. Ribuan rakyat Indonesia gugur dan ribuan lainnya meninggalkan kota yang telah hancur (M.C. Ricklefs, 1998: 326).

Perjuangan rakyat Indonesia terus berlangsung karena pihak Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia Kedua, ternyata menyerahkan kembali Indonesia kepada Belanda. Alasan Sekutu adalah Indonesia masih menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda sebelum kedatangan Jepang. Setelah Jepang meyerah tanpa syarat pada Sekutu, maka menjadi hak Belanda kembali. Pada tahap ini, perjuangan rakyat Indonesia sering disebut dengan Perang Kemerdekaan Pertama antara tahun 1947 sampai dengan 1948, dan Perang Kemerdekaan Kedua antara tahun 1948 sampai dengan 1949.

Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati pada tanggal 21 Juli 1947, fokus penyeranan militer Belanda berada di darah-daerah penghasil minyak maupun batu bara di Sumatra, dan penghasil beras seperti Jawa dan Madura. Penyerangan terhenti setelah ada perjanjian Renville pada tangga 17 Januari 1948. Namun pada tanggal 19 Desember 1948, kembali militer Belanda menyerang yang sering dinamakan Perang Kemerdekaan Kedua. Sasaran utama militer Belanda menduduki Republik Indonensia yang terdiri atas Karesidenan Kedu, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Karesidenan Surakarta. Dalam menghadapi militer Belanda, TNI dan kesatuan-kesatuan kelaskaran belum menemukan format perjuangan yang jelas. Persenjataan kalah lengkap dan modern, pertahanan yang digunakan terbuka, dan tidak terkoordinasi yang rapi. Akhirnya, TNI dan kesatuan-kesatuan kelaskaran harus meninggalkan kota-kota menuju medan gerilya. Sistem pertahanan menggunakan weherkreise, yaitu menghadang, menyerang, dan menghindar ketika berhadapan militer Belanda. Akhir Perang Kemerdekaan Kedua dengan ditandatanganinya Pengakuan Kedaulatan pada tanggal 29 Desember 1949.

Generasi muda harus meniru perjuangan para pahlawan dengan terus berjuang yang penuh keberanian dan tanpa pamprih. Mereka rela berkorban dan pantang menyerah menghadapi penjajah. Bukan sikap egois yang mereka tunjukkan, tetapi semangat penuh keyakinan. Mereka tidak hanya berteriak merdeka atau mati, bahkan ikut berjuang membela bangsa dan negara Indonesia tercinta. Para pahlawan telah menunjukkan sikap yang patut dipuji ketika menghadapi penjajah. Suatu teladan yang seharusnya kita kaji dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semua sikap dan sifat para pahlawan yang telah mereka tunjukan merupakan inspirasi yang teramat penting bagi kita dalam mempertahankan dan mengisi kemerdakaan.

Sehubungan itu, penulis tertarik mengangkat karya tulis yang berjudul ”Nilai-Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman”. Dengan alasan sebagai berikut: judul menarik dan simple, judul mempunyai kesan yang mudah dipahami, judul menginspirasikan apa yang seharusnya kita sebagai generasi penerus lakukan dalam menghadapi pusaran zaman, judul sesuai dengan apa yang kita perlu kaji bersama, yaitu perubahan zaman yang sesuai nilai kepahlawanan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tanggapan generasi muda terhadap nilai-nilai kepahlawanan?

2. Usaha-usahan penanaman nilai-nilai kepahlawanan apakah yang sesuai dengan jiwa zaman?

3. Bagaimanakah implementasi nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman ?

C. Tujuan Penelitian

1. Dapat mengetahui tanggapan generasi muda terhadap niali-nilai kepahlawanan.

2. Dapat mengklasifikasi usaha penanaman nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman.

3. Dapat memahamkan implementasi nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai jiwa zaman.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan gambaran tentang tanggapan generasi muda terhadap nilai-nilai kepahlawanan.

2. Untuk memberikan gambaran tentang usaha penanaman nilai-nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman.

3. Untuk memberikan gambaran tentang implementasi nilai-nilai kepahlawana yang sesuai jiwa zaman.

E. Metode Penelitian

1. Heuristik merupakan kegiatan yang menghimpun jejak-jejak masa lampau atau mencari sumber-sumber sejarah

2. Kritik Sumber merupakan usaha mendapatkan jejak atau sumber sejarah yang benar-benar autentik dan kredibel serta benar-benar mengandung yang diperlukan dan relevan dengan cerita yang akan disusun. Dengan kata lain, melalui kegiatan ini diharapkan bisa memperoleh faktor sejarah yang obyektif yang berlebihan

3. Interprestasi mempunyai pengertian menafsirkan keterkaitan antar fakta-fakta yang bersesuaian dengan yang lain

4. Historigrafi mempunyai pengertian yang berupa langkah penulisan cerita dengan susunan yang logis, menurut cerita yang kronologis kemudian disempurnakan melalui pengaturan bab maupun bagian-bagian agar terbangun urut-urutan yang kronologis dan sistematis (Saefur Rochmat, 2009: 13).

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai

Nilai mempunyai pengertian kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal mengenai baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun penting atau tidak penting (Tim Sosiologi Yudhistira,2003:99). Nilai adalah gagasan mengenai apakah pengalaman berarti atau tidak berarti, nilai juga mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang dalam mengambil keputusan (Paul B. Horton dan Chester L. Hunt,1999: 71).

Konsep nilai adalah bahwa setiap orang, dimana saja, memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai) (Rokeach,1973). Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya www.rumahbelajarpsikologi.com.

Dengan demikian nilai adalah penjelasan evaluasi terhadap tindakan individu atau kelompok yang sesuai dengan kepentingannya sehingga ketercapaian hasil akhirnya dapat menjadi pedoman dalam merencanakan suatu perubahan.

B. Kepahlawanan

Pengertian kepahlawanan tidak bisa dilepaskan dari pengertian kata pahlawan itu sendiri. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pahlawan didefiniskan sebagai sosok orang (biasa) yang tidak egois dan berbuat sesuatu yang luar biasa, memiliki tindakan atau perbuatan (pengorbanan) untuk orang lain, dan adanya penghormatan sebagai imbalan atas pengorbanannya www.dpdimmriau.co.cc/2009/01/teorinilai.html. Kepahlawanan mempunyai pengertian perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerela berkorbanan, dan kesatriaan) (Tim Penysun KBBI,2005:812).

Menurut Cak Roeslan (Roeslan Abdulgani) kepahlawanan adalah jiwa berbakti untuk mendapat pahala Tuhan. Kepahlawanan berinti kebaktian kepada kemanusiaan, bangsa, rakyat, dan kepada tanah air, mengabdi untuk mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Jiwa kepahlawanan tidak mengenal ukuran besar atau kecil, melainkan diukur dari unsur keikhlasan dan kesungguhannya. Kepahlawanan tidak hanya lahir dari kancah pertempuran, tetapi dapat juga lahir di kesunyian ruang laboratorium, dari lingkungan pabrik-pabrik yang pengap karena polusi, serta pengabdian seorang guru di daerah terpencil. Ukuran kepahlawanan bisa saja berubah sejalan dengan penyikapan masyarakat terhadap nilai kepahlawanan, namun nilai asasi (intrinsih)-nya tetap bertahan www.radarbanten.com.

C. Nilai –Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman

Para pahlawan yang berjuang membela tanah air dengan semangat penuh. Sikap mereka dalam menghadapi sekutu perlu kita contoh, seperti halnya sikap kemandirian. Para pejuang tidak pernah bergantung pada siapapun ketika melawan penjajah dan berjuang dengan kemampuan sendiri. Dalam meneruskan perjuangan para pahlawan, sifat kemandirian yang mereka perlihatkan sangat diperlukan. Bangsa ini sedang mengalami masalah besar berupa banyaknya pengangguran. Bercermin dari sifat kemandirian para pahlawan, seharusnya di negara ini tidak terjadi banyak pengangguran. Seharusnya para pencari pekerjaan bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang dimiliki. Jiwa kemandirian para pahlawan juga kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kita tidak perlu menunggu disuruh orang lain, jika kita mampu segera laksanakan sesuai kemampuan kita.

Pejuang membela bangsa dan negara dengan penuh tanggung jawab. Pada pertempuran di Surabaya tanggal 10 November 1945 dapat kita lihat bahwa para pahlawan mengabdi pada bangsa dan negara. Mereka menyadari sepenuhnya masa depan negeri tercinta berada di pundaknya sendiri. Mereka mengangkat senjata dan berjuang sepenuh tenaga. Mereka sadar bahwa ikut berjuang membela bangsa dan negara adalah sebuah kewajiban. Yang perlu kita contoh adalah sifat tanggung jawab para pahlawan. Kita harus menyadari bahwa apapun pekerjaan yang diberikan kepada kita merupakan suatu kewajiban yang harus diselesaikan dengan baik.

Pahlawan berjuang tanpa kenal lelah. Pejuang 10 November 1945 di Surabaya dan pahlawan kemerdekaan lainnya, rela mengorbankan nyawa dan materi yang mereka punyai demi terciptanya Indonesia merdeka. Mereka meninggalkan keluarga demi bergerilya dan berjuang melawan penjajah. Kita sebagai generasi penerus, seharusnya lebih memupuk jiwa rela berkorban seperti yang dimiliki para pahlawan. Dalam hidup bermasyarakat, kita diwajibkan untuk lebih mementingkan kepentingan orang banyak daripada kepentingan pribadi.

BAB III

NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN SESUAI JIWA ZAMAN

A. Nilai-Nilai Kepahlawanan Di Mata Generasi Muda

Pasca reformasi usaha pemahaman Ideologi bangsa menjadi pudar sebagai arus balik dari pemaksaan pemahaman ideologi bangsa yang dipaksakan pada masa orde baru. Sekarang orang membaca dan berbicara Pancasila seolah-olah malu dan tanpa makna, tidak lebih hanya seremoni belaka. Hal ini dapat diketahui ketika nilai-nilai penafsiran lama Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila terputus. Namun belum tumbuh nilai penafsiran baru, sehingga muncul vakum keyakinan. Semangat juang tidak lagi berkobar, yang dominan adalah semangat mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan.

Kemiskinan dan kebodohan hingga sekarang ini belum bisa diselesaikan karena orientasi pembangunan tidak memihak kepada rakyat. Praktek kepitalistik diijinkan oleh pemerintah sehingga tayangan di televisi sering kita lihat terjadinya penggusuran-penggusuran dari polisi pamong praja terhadap para pedagang kaki lima yang dianggap salah karena menempati lahan tanah milik pengusaha atau penguasa. Meskipun mereka dianggap salah, tetapi penyelesaian yang bersahabat dan bermartabat tidak pernah diperlihatkan. Kesimpulannya rakyat yang mempunyai modal semakin kaya dan yang tergusur semakin menderita.

Praktek korupsi di negara berkembang termasuk Indonesia telah menjadi bagian dari white collor crime. Ada dua agenda korupsi di Negara berkembang menurut Amin Rais, yaitu korupsi yang dilakukan penguasa dan pengusaha dalam negeri, dan korupsi penguasa, pengusaha dalam negeri yang mempunyai kedekatan dengan pihak asing. Korupsi yang dilakukan oleh penguasa dan pengusaha menimbulkan kebijakan negara menjadi berat sebelah. Pengusaha yang paling kuatlah yang mampu membayar penguasa secara diam-diam. Yang kedua, sering dinamakan korporasi asing khususnya negara-negara maju memanfaatkan pengusaha nasional untuk mempengaruhi penguasa nasional atau daerah supaya mempercepat ijin usaha (Amin Rais, 2008: 180-181).

Kondisi seperti ini menimbulkan nilai-nilai kepahlawanan menjadi turun, tidak lagi memfokuskan perjuangan yang jelas dan di perparah dengan adanya Globalisasi dan Otonomi yang kehilangan orientasi.

1. Globalisasi

Saat pamor ideologi bangsa merosot, kita juga gagap menghadapi pusaran kuat globalisasi ekonomi pasar sebagai bagian dari arus kapitalisasi yang menjunjung tinggi kekuatan materi. Dalam kondisi semacam ini masyarakat menjadi bingung nilai-nilai apa yang akan dijunjung tinggi.

Kita merasakan krisis multidimensional melanda kita, di bidang politik, ekonomi, hukum, nilai kesatuan dan keakraban bangsa menjadi longgar, nilai-nilai agama, budaya dan ideologi terasa kurang diperhatikan, terasa pula pembangunan material dan spiritual bangsa tersendat, discontinue, unlinier dan unpredictable.

Dalam keadaan ini sering perilaku masyarakat menjadi lebih korup bagi yang punya kesempatan, khusus rakyat awam dan rapuh tampak beringas dan mendemostrasikan sikap antisosial, antikemapanan, kontraproduktif dan goyah dalam keseimbangan rasional atau emosionalnya.

2. Otonomi yang kehilangan orientasi

Otonomi daerah yang berorientasi mensejahterakan rakyat, dengan memberikan kelonggaran masing-masing daerah mengelola sumber dayanya sendiri ternyata justru banyak memunculkan nasionalisme kedaerahan. Sentimen kedaerahan menonjol khususnya daerah yang mampu, kemampuan daerah digunakan untuk mensejahterakan wilayahnya sendiri, namun bagi wilayah yang kurang mampu, kekurangannya tersebut digunakan untuk meminta bantuan dan belas kasihan pihak-pihak lain. Masing-masing sibuk mengurus diri sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan nasional. Mimpi Negara modern yang bertumpu pada civic nationalism direduksi kedalam spirit ethno nationalism. Solidaritas kebangsaan menurun, digeser oleh solidaritas primordial dan etnosentris yang akan menimbulkan disintegrasi. Jika terjadi musibah di suatu daerah, daerah lain tidak meresa terpanggil membantu, namun justru mengandalkan bantuan pusat dan lembaga-lembaga bantuan dunia.

B. Usaha-Usaha Penanaman Nilai-Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman

1. Penyadaran, pengenalan dan penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-nilai yang harus diperjuangkan; dan Landasan Konstitusional Undang Undang Dasar 1945 sebagai garis perjuangan, pada seluruh lapisan masyarakat. Terutama pasal 5 keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dapat dipertajamkan kembali dan dijadikan fokus dalam perjuangan pasca reformasi. Apakah dengan cara pemberian jaminan hidup layak bagi semua rakyat meliputi hak-hak dasar papan, sandang, pangan dan keamanan ditambah jaminan pendidikan dan kesehatan. Inilah tujuan pendidikan sejarah dan pendidikan kewarganegaraan.

2. Desentralisasi atau Otonomi daerah yang harus dikendalikan oleh nilai-nilai kebangsaan. Otonomi daerah harus di dasari oleh pemikiran bersama untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di dalamnya terkandung terjaminnya kesejahteraan bersama. Dalam konsep otonomi ini tidak mustakhil daerah yang makmur membantu daerah yang tergolong miskin atas dasar nilai-nilai keadilan sosial. Ada payung hukum yang mewajibkan daerah yang sudah makmur untuk membantu saudaranya di daerah yang masih miskin.

3. Desentralisasi pendidikan yang dilandasi dengan kesadaran mencapai tujuan nasional. Pendidikan dikelola dan di isi dengan dasar pemberian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada pembedaan antara sekolah bagi masyarakat mampu dan sekolah bagi masyarakat miskin, yang boleh membedakan hanyalah minat dan kemampuan siswa.

4. Konstitusi yang mengabdi pada kepentingan bangsa.

Harus ditanamkan kesadaran bagi pembuat konstitusi agar mendasarkan diri pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konstitusi jangan dijadikan sebagai tameng untuk memperkaya pribadi atau golongan. Jangan pula sebagai tameng melanggengkan kekuasaan.

5. Politik yang dilandasi kepatuhan terhadap konstitusi. Para pelaku politik harus diberi kesadaran keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga dalam menjalankan politik tidak berlindung dibalik konstitusi dan tidak memutar balikkan konstitusi apalagi dengan sengaja melanggar konstitusi Documents%20and%20Settings/AJI/My%20Documents/Downloads/upaya-menanamkan-nilai-nilai-perjuangan-kepahlawanan.html.

Dengan demikian dapat disebut bahwa para pejuang saat ini adalah mereka yang bersungguh-sungguh, rela berkorban, teguh pendirian ulet dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan mereka bisa berprofesi sebagai pengusaha, pelajar, pejabat, guru, dosen dan sebagainya. Mereka yang dapat mengharumkan nama bangsa, mengangkat harkat dan martabat bangsa dimata dunia, dan yang membela kesejahteraan rakyat dengan dijiwai semangat kejuangan.

C. Implementasi Nila-Nilai Kepahlawanan Sesuai Zaman

Setiap masyarakat negara punya pahlawannya sendiri yang sangat berjasa bagi peletak dasar dan pelopor bagi berdirinya negara ini. Setiap masa juga mempunyai pahlawannya sendiri sesuai dengan perkembangan zaman, kebutuhan, pemikiran, dan pembaharuan. Namun masa kini tak dapat dipisahkan dengan masa lalu karena apa yang kita dapatkan dan kita telah capai pada masa kini adalah akibat dari hasil pilihan, keputusan, dan perjuangan para pendahulu .

Dewasa ini diperlukannya pahlawan-pahlawan masa kini yang kontekstual, peka dan tanggap lingkungan, bekerja keras dan manusiawi untuk menangani berbagai permasalahan bangsa. Manusia- manusia yang tidak menyerahkan diri pada nasib, pihak atau keadaan yang tak dapat diubah, namun mampu mencukupkan kekurangan dan menambahkan kemampuan yang kemudian menjadi kelebihannya.

Rakyat hanya ditempatkan sebagai obyek, penikmat semu, penonton, pengamat, dan keranjang yang dijejali doktrin yang disakralisasi dengan tafsir tunggal yang diciptakan penguasa, sehingga membuat rakyat menjadi bungkam, tidak punya sikap, pola pikir, pertimbangan, pilihan serta berkeputusan secara mandiri. Akibatnya mereka hanya menjadi pendukung dan pengekor buta yang tidak tahu akan dikemanakan, karena arah hidupnya sudah ditentukan oleh para patron yang berkuasa namun tidak bertanggung jawab. Di sinilah bukti bahwa feodalisme di negeri kita masih subur, walaupun telah berganti bentuk dan baju. Nilai-nilai itu diperlakukan secara kaku, sehingga minim usaha untuk mengartikan ulang, membaharui sesuai konteks, merevitalisasikannya demi generasi sekarang dan masa datang. Dengan demikian nilai kepahlawanan hanya sampai pada tahap hafalan, sehingga tidak sampai ke pikiran, mengendapkan di hati, membatinkan di jiwa dan diwujudkan dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari.

Dengan konteks di atas, bangsa Indonesia secara sadar ataupun tidak telah mengingkari pengorbanan, jasa dan cita-cita luhur para pahlawannya. Tak heran jika bangsa ini tak kunjung bangkit dari krisis. Miskin pemimpin yang berkualitas, jujur, pekerja keras dan bermartabat. Miskin pelopor dan pembaharu yang berani mendorong menuju perubahan dan perbaikan, mendobrak kebekuan dan kemandegan, serta menantang arus air kotor yang makin deras mengalir ke jurang keterpurukan. Tidak aneh jika bangsa ini menjadi negara yang taat beragama secara formal, namun juga sangat lihai untuk berkorupsi, manipulasi, memeras, menguras dan menggilas yang lemah. Senang pada hasil besar yang instan tanpa bekerja keras, dengan terus bermalasan, tidak memberi pada yang tekun, jujur dan benar, suka jalan pintas, bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, mabuk kemenangan semu di tengah jalan menuju kekalahan besar dalam proses yang belum selesai sama sekali.

Para pahlawan berjuang memperjuangkan kemerdekaan dengan keyakinan dan tekad yang bulat. Mereka percaya pada kemampuan yang dimiliki dan tidak tergantung pada siapapun. Dengan kemampuan mereka sendirilah dapat tercipta Negara Indonesia yang merdeka. Dalam meneruskan perjuangan mereka, seharusnya kita sebagai generasi penerus tidak menggantungkan diri pada bantuan negara lain ataupun hutang pada bank dunia. Bumi Indonesia ini seharusnya dapat kita olah dan manfaatkan sendiri sebagai penggerak roda perekonomian negara. Seharusnya kita bisa lebih mempercayakan kemampuan sumber daya manusia yang kita miliki dan lebih memberdayakan apa yang kita miliki.

Pahlawan berjuang tanpa kenal kata takut. Dengan peralatan dan kemampuan seadanya mereka berjuang sampai titk darah penghabisan. Mereka hanya sekedar menggunakan bambu runcing dan senjata rampasan guna melawan dan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Jika kita bandingkan, bukankah suatu hal yang mustahil melawan tank baja dengan pistol rakitan, melawan jet tempur dengan bambu runcing. Namun mereka tetap maju di garda terdepan dengan hanya bermodalkan senjata seadanya dan kenekatan menghadapi penjajah. Mereka berjuang tak kenal lelah, dari waktu ke waktu mereka terus berjuang tanpa kenal putus asa. Jiwa keberanian yang mereka tunjukkan patut kita teladani. Dalam melakukan hal yang benar seharusnya tak ada lagi kata takut dalam diri kita. Kita tak boleh mundur dan harus tetap maju walaupun kita dicela dan dihujani makian oleh orang lain. Tetapi dalam setiap kegiatan kita tetap harus mempertimbangkan segala sesuatunya, mulai dari menyusun rencana sampai mempertimbangkan waktu, situasi dan kondisi yang tepat untuk bertindak.

Para pejuang rela mengorbankan jiwa dan raga demi bangsa dan negara. Mereka rela mengorbankan harta benda bahkan nyawa mereka. Mereka tidak lagi memperhatikan kepentingan diri sendiri. Perjuangan mereka selama itu mereka lakukan hanya untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia tercinta. Jika kita mampu berjuang tanpa ada maksud-maksud terselubung pasti kita bisa membangun negara yang adil makmur seperti ynang pahlawan cita-citakan.

Perjuangan para pahlawan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara ini teramat besar. Mereka melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan sadar sepenuhnya bahwa apa yang telah dilakukan adalah sebuah amanah. Amanah yang mereka emban mereka laksanakan dengan sebaik-baiknya dan mereka perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Dalam mengerjakan pekerjaan apapun seharusnya kita bercermin pada jiwa tanggung jawab para pahlawan. Hal tersebut mampu membuat bangsa ini semakin maju menyongsong hari depan yang lebih cerah.

Pahlawan berjuang tanpa mengenal pamrih atau mengharap imbalan dari siapapun. Mereka berjuang tanpa mengenal tujuan pribadi atau kepentingan terselubung. Dalam jiwa mereka telah terpatri suatu niat luhur, yaitu berjuang demi kemerdekaan bangsa dan negara agar kelak anak cucu mereka bisa hidup lebih baik. Mereka tak menginginkan tanda jasa ataupun gelar pahlawan. Apabila kita mampu melaksanakan tugas tanpa mengharapkan imbalan tak akan ada lagi korupsi, kolusi maupun nepotisme yang merugikan bangsa dan negara, karena telah mampu melakukan pekerjaan dengan tulus ikhlas itu.

Para pahlawan berjuang bahu-membahu. Tidak ada lagi jurang pemisah jendral dan prajurit ataupun antara kiyai dan santri. Mereka duduk bersama dan makan bersama di tengah hutan rimba medan bergerilya memperjuangkan bangsa dan negara. Seandainya saja kita bisa meneladani mereka dalam menghadapi berbagai masalah yang semakin menjamur seiring berjalannya zaman kita tidak akan pernah kalah. Seharusnya kita bisa duduk bersama saling bahu-membahu membangun Indonesia tercinta.. Perbedaan itu dapat dijadikan sebagai mesiu dalam menghadapi masalah dan perekat pemersatu dalam meneruskan pembangunan bangsa dan negara tercinta.

Semua sifat luhur para pahlawan seharusnya kita jadikan pedoman dalam melangkah. Bukankah pengalaman merupakan guru terbaik? Kita harus bisa terus melanjutkan pembangunan negara dengan tetap berpegang pada ajaran luhur pendiri bangsa, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Terpenting adalah generasi muda yang dapat menghargai dan mengamalkan sifat luhur pahlawan merupakan tonggak berdiri tegaknya Negara Indonesia tercinta.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

  1. Generasi muda saat ini menyadari bahwa, masa depan negara ini ada di tangan generasi muda dan diperlukan bekal yang cukup guna melaksanakan tugas tersebut yaitu berupa nilai kepahlawanan yang sesuai dengan jiwa zaman.

2. Usaha-Usaha Penanaman Nilai Kepahlawanan Sesuai Jiwa Zaman

Penyadaran, pengenalan dan penafsiran kembali Ideologi terbuka Pancasila sebagai nilai-nilai yang harus diperjuangkan; dan Landasan Konstitusional Undang Undang Dasar 1945 sebagai garis perjuangan, pada seluruh lapisan masyarakat, Desentralisasi atau Otonomi daerah yang harus dikendalikan oleh nilai-nilai kebangsaan, Desentralisasi pendidikan yang dilandasi dengan kesadaran mencapai tujuan nasional, dan Konstitusi yang mengabdi pada kepentingan bangsa, serta politik yang dilandasi kepatuhan terhadap konstitusi..

  1. Nilai-nilai kepahlawanan perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dngan cara melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.

B. Saran

  1. Perlu penanaman nilai kepahlawanan dalam diri generasi muda agar dapat melanjutkan pembangunan negara ini.
  2. Kita harus terus berjuang membela bangsa dan negara kita menuju negara yang adil, makmur, dan sejahtera.
  3. Seharusnya kita bisa mengamalkan sifat- sifat luhur pahlawan dalam setiap aktifitas dan kegiatan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Rais, Muhammad, Amin. 2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia.Yogyakarta: UGM Press

Darmodjo, Soesantyo. 1994. Catatan Ringan Napak Tilas Dharma Bhakti Eksponen Tentara Genie Pelajar Gunung Tidar Pada Masa Clas Kedua. Magelang: Tidak diterbitkan.

Halim, Amran dan Yayah B. Lumintaintang (ed). 1985. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada.

Horton, Paul B. dan Hunt, Chester C.Sosiologi Edisi Keenam.1999.Jakarta:Penerbit Erlangga.

Moedjanto, G. 1989. Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

--------- 1989. Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Moekhardi. 1982. Magelang Bejuang. Magelang: Akademi Militer.

--------- 1983. Pelajar Pejuang Tentara Genie Pelajar 1945-1950. Surabaya: Yayasan Ex Batalyon TGP XVII.

Notosusanto, Nugroho. 1996. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Jakarta: Balai Pustaka.

Prijadji. 1997. Perjuangan Komando Distrik Militer Magelang Pada Masa Revolusi Fisik Antara Tahun 1948-1949. Semarang: Skripsi - Tidak diterbitkan.

--------- 1999. Wehrkreise: Alternatif Hadapi Agresi Militer Belanda Kedua di Magelang. Magelang: Karya Tulis – Tidak diterbitkan.

Ricklefs, M.C.1998.Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Setyaningsih, Wahyu. 2007. Peranan Tentara Pelajar Magelang dalam Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan pada Tahun 1948-1949. Magelang: Karya Tulis - Tidak diterbitkan.

Susanto, Sewan. 1985. Perjuangan Tentara Pelajar Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

www.dpdimmriau.co.cc/2009/01/teorinilai.html

www.rumahbelajarpsikologi.com

http://www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=45605

http://irwanprayitno.info/artikel/1227583480-siapa-lagi-pahlawan-indonesia-.html

http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=2416

BIODATA PENULIS

Nama

: Amna Aulia

Tempat tanggal lahir

: Magelang, 10 Oktober 1992

Alamat

: Kauman 1 RT 15 RW 07 Desa Payaman Kecamatan Secang Kabupaten Magelang

Kelas

: XI IPS 2

Hobi

: Membaca Novel, Menulis Artikel. Dan Diskusi

Pengalaman di bidang Karya Tulis

: 1. Tradisi Nyadran di Desa Payaman

Magelang, 7 Oktober 2009

Hormat saya

AMNA AULIA